Introspeksi

seorang anak dibelikan sepeda motor baru oleh bapaknya, sepeda motor keluaran terbaru sebuah perusahaan jepang. anak ini belum bisa mengendarai motor. tidak tanggung-tanggung, sangking sayangnya, sang bapak juga yang melatih dan mengajari anak itu belajar mengemudikan motor. SIM, tidak usah ditanya, bapaknya pula yang mengantarkan si anak mengurusi dan ujian SIM.
teman-teman si anak terkagum-kagum dengan style nya kini. setiap mereka bertanya, dengan bangga sang anak menjawab, “motor baru. bapak yang beliin. sim juga udah dibikinin. sampai lancar naik motor kaya begini juga bapak yang ngajarin,” itu yang selalu keluar dari mulutya. ini adalah kejujuran sang anak sebagai tanda syukurnya kepada bapak.
suatu ketika anak tadi mengalami kecelakaan. ia menabrak tiang listrik. padahal tiang listrik itu setiap hari ia lewati. teman-temannya bertanya, “kenapa bisa sampai nabrak gitu?”
anak tadi menjawab, “saya ngebut. lengah kalau ada tiang listrik di situ.” akhlak anak amat mulia. ia kaitkan peristiwa itu kepada kesalahan dirinya. ia tidak menkaitkan kecelakaan itu kepada bapaknya yang membelikan motor, melatih dan mengajarinya mengemudikan motor. contoh sederhana ini mengajari kita berakhlak kepada Tuhan.
setiap hari di dunia ini pasti turun ratusan ribu cobaan untuk manusia, bahkan lebih. karena dunia adalah tempatnya cobaan. kebaikan yang kita terima adalah cobaan. keburukan yang menimpa kita juga merupakan cobaan. adakah dengan kebaikan yang terberi kita bersyukur atau malah congkak. adakah dengan keburukan yang menimpa, kita mendekat kepada Allah atau malah menjauh.
mari kita memandang segala kebaikan, mungkin nasib yang baik, karier yang terus menanjak, sekolah yang selalu berprestasi, klien yang tidak pernah menolak tawaran bisnis, sebagai karunia yang Allah sedang limpahkan kepada kita. pada tahap berikutnya hendaklah kita memandang dengan kerendahan diri kita kepada Sang Pelimpah kebaikan, Tuhan kita yang setiap detik tidak pernah alpa menyaksikan kita.
apa yang kita dapat berupa kebaikan adalah berasal dari karunia-Nya, bukan berasal dari jerih payah dan usaha kita. ini adalah adab atau pekerti para penempuh.
di sisi lain, marilah kita pandang apa yang kita anggap buruk bagi kita. entah nasib yang sial, bisnis yang selalu kandas di tengah jalan, pekerjaan yang bak kerja rodi tanpa hasil kecuali keringat, dan apapun yang kita anggap tidak mengenakkan kita, kita pandang itu semua sebagai titik di mana kita harus mengadakan introspeksi. berhenti sejenak utuk mengevaluasi apa yang menyebabkan keberhasilan kita tertunda. pandanglah itu sebagai kesalahan kita yang perlu kita perbaiki. karena sudahlah maklum bahwa Allah tidak akan menurunan suatu yang kita anggap buruk itu kecuali ada pelajaran yang dapat kita ambil. pada langkah berikutnya, kita memandang Sang Maha Adil yang dengan Keadilan-Nya menurunkan akibat buruk terhadap usaha kita yang belum maksimal. pandanglah kegagalan sebagai kekeliruan kita dan jangan hubungkan itu dengan Allah Yang Maha Suci dari kegagalan. ini adalah pekerti para penempuh.
kebaikan yang turun kepada manusia karena karunia (fadhal)-Nya.
keburukan yang menimpa manusia adalah karena keadilan-Nya.
semoga kita bisa merenungkan ini.

Jakarta, 210410